Rahmah
Yunusiah dilahirkan di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 29 Desember 1900 dan
wafat pada 26 Februari 1969. Rahmah berasal dari keluarga terpandang dan
religius. Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Syekh
Muhammad Yunus dan Rafi'ah. Ayahnya Syekh Muhammad
Yunus adalah seorang ulama besar di zamannya. Syekh Muhammad Yunus
(1846-1906 M) menjabat sebagai seorang Qadli di negeri Pandai
Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah. Selain itu Syekh
Muhammad Yunus juga ahli ilmu falak dan hisab. Ia pernah menuntut ilmu di tanah
suci Mekkah selama 4 tahun. Kakeknya ialah Syeikh Imaduddin, tokoh tarekat
Naqsabandiyyah di Minangkabau. Ulama yang masih ada garis keturunan dengan
pembaharu Islam yang juga tokoh Paderi, Tuanku Nan Pulang di Rao. Adapun
ibunda Rahmah el-Yunusiyah yang biasa disebut Ummi
Rafi’ah, nenek moyangnya berasal dari negeri Langkat,
Bukittinggi Kabupaten Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang Panjang pada
abad XVIII M yang lalu. Ummi Rafi’ah masih berdarah keturunan ulama, empat
tingkat diatasnya masih ada hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu
gerakan Paderi. Ummi Rafi’ah yang bersuku Sikumbang
adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ia menikah
dengan Syekh Muhammad Yunus saat berusia 16 tahun,
sedangkan Syekh Muhammad Yunus berusia 42 tahun.
Rahmah
el-Yunusiyah tidak mendapatkan pendidikan formal yang memadai. Ia hanya sempat
menempuh sekolah dasar selama 3 tahun. kemampuan Rahmah dalam baca-tulis Arab
dan Latin diperoleh rahmah dari kedua kakaknya, Zaenuddin Labay dan Muhammad
Rasyid. Namun, perannya sebagai tokoh pembaharu pendidikan Islam bagi perempuan
di Minangkabau terbukti mampu meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan
perempuan islam di masanya, didasarkan pada kemampuannya menciptakan pendidikan
modern menurut modelnya sendiri, yang disesuaikan dengan kebutuhan kaum
perempuan saat itu. Kecerdasan Rahmah yang mendorong ia berpikir kritis, tidak lekas
puas dan selalu mencari hal-hal baru dalam hidupnya. Rahmah bercita-cita
membangun sekolah khusus kaum perempuan. Hal ini dilatarbelakangi dari
kesadaran akan adanya ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang dialami kaumnya
di masa itu. Dia melihat kaumnya jauh tertinggal dari laki-laki, mereka berada
dalam kebodohan, ketertinggalan dan kepasrahan pada keadaan. Sehingga,
generalisasi masyarakat pada umumnya menganggap bahwa perempuan adalah makhluk
yang lemah dan terbatas. Sedangkan Rahmah memiliki pandangan yang berbeda,
baginya perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan. Perempuan adalah
pendidik anak yang mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya.
Nama Rahmah
el Yunusiah mungkin saja tidak setenar dengan nama R.A. Kartini, namun di dunia
pendidikan Islam nama ini adalah nama yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pemikiran Rahmah pada saat itu, di era sekarang ini dapat digolongkan sebagai
pemikiran yang berkemajuan. Rahmah bangkit membangun Diniyah Putri karena
kegelisahannya melihat perlakuan kepada kaum perempuan. Kata-kata Rahmah
sederhana namun sangat berarti yaitu perempuan adalah pendidik anak yang
mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya. Mendidik perempuan sama saja
membangun negeri, madrasah pertama bagi seorang anak adalah ibu. Rahmah
mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al-Azzhar Cairo dan menjadi inspirasi
bagi Syekh Abdurrahman dari University of Cairo untuk membuat sarana pendidikan
bagi perempuan di Mesir. Tokoh-tokoh wanita seperti Rahmah el-Yunusiah, R.A.Kartini,
Dewi Sartika dan tokoh wanita Indonesia lainnya, merupakan bukti dari peran
wanita yang mendunia, tidak hanya di satu Negara namun hampir seluruh dunia
mengetahui mereka dan menginspirasi mereka.
Oleh : Immawati Ade Rachma Amalia (IMM FAI)
Kutipan :
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot