Hidup dalam sebuah gerakan atau
ormas dan berjuang bersamanya adalah suatu pilihan ideologi yang akan membentuk
cara berpikir kita. Biasanya, setelah kita merasa ‘nyaman’, sepemikiran dengan (ideologi)
gerakan tertentu, akan timbul jiwa heroik atau semangat juang untuk berjuang
bersama gerakan tersebut. Singkatnya, ada rasa kepemilikan terhadap gerakan.
Tetapi, seringkali para aktivis gerakan terjebak dalam kefanatikan. Alih-alih
mau menjadi anggota yang militan, malah jatuh ke jurang fanatisme.
Dari fenomena-fenomena yang ada,
fanatisme pun akhirnya menjadi penyakit khas dalam gerakan dan ormas. Dan
parahnya, jika kefanatikan itu sangat kuat, bisa jadi menimbulkan
kefundamentalan dan keradikalan dalam berfikir dan bertindak. Adapun militansi
memang sangat diperlukan ketika kita bergabung dalam sebuah gerakan, ormas
ataupun kelompok lainnya. Dan ingat! Bukan fanatisme yang dibutuhkan.
Memang susah membedakan dua konsep
ini (fanatik dan militan). Kalau kita melihat arti katanya di kamus jelas bisa
dibedakan. Tapi kalau kita melihat langsung realitanya, sangat sulit. Kita yang
adalah para aktivis gerakan pasti juga pernah merasakan hal yang sama, melihat
fenomena yang sama terkait fanatik dan militansi yang diibaratkan seperti anak
kembar berbeda sifat. Yang satu baik dan satunya lagi buruk. Jadi apa
sebenarnya fanatik itu? dan apa militansi itu? mengapa militansi dianjurkan
dalam kehidupan gerakan sedangkan fanatik tidak?
Pada mulanya, kata fanatik digunakan
untuk menyebut golongan atau orang-orang yang berpegang teguh pada
pendapat-pendapat sebuah mazhab tanpa mau membuka diri terhadap mazhab yang
lain. Namun, seiring berkembangnya zaman dan lahirlah organisasi-organisasi
masyarakat, partai politik dan aliran-aliran agama, maka sekarang fanatik juga
digunakan bagi orang-orang yang bersikap demikian terhadap ormasnya, parpol-nya
dan aliran agama-nya. Pada intinya fanatik digunakan untuk semua kelompok/
golongan yang berideologikan apapun.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
fanatik memiliki arti teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran
(politik, agama dsb). Dalam buku Tanya Jawab Agama halaman 154 dijelaskan bahwa
kepercayaan atau keyakinan yang sangat kuat itu biasanya menimbulkan kepicikan
dalam berfikir, sehingga kurang atau kadang-kadang tidak lagi menggunakan akal
dan budi dalam mengikuti suatu ajaran agama, politik dsb.
Fanatik sering juga disebut taklid
buta. Artinya, karena keterlaluan dalam meyakini suatu ajaran seseorang itu
mengikuti apa saja yang ada dalam ajaran tersebut. Tanpa memilah mana yang
benar dan mana yang salah. Atau dalam Islam menyimpang dari Al-Quran dan
As-Sunnah. Sedangkan dalam lingkup umum menyimpang dari norma-norma dan nilai
dalam tatanan masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan orang yang fanatik tidak lagi
menggunakan akal budinya untuk berfikir.
Adapun dalam Kamus Ilmiah Populer
militansi artinya adalah jiwa heroisme, semangat heroik/ berjuang yang membaja,
semangat berjuang dan ketangguhan berjuang. Dalam media massa kata militansi
cenderung digunakan untuk menyebut bentuk perjuangan gerakan-gerakan radikal.
Karena mereka beranggapan, militansi adalah bentuk perjuangan fisik dan itu
bisa dicontohkan seperti perjuangan (fisik) keras dalam membela agama oleh
beberapa kelompok agama. Makna militansi digambarkan begitu ekstrim. Contohnya,
dalam buku ‘Membendung militansi Agama’ karya Mun’im A. Sirry dituliskan dalam
beberapa kalimat :
“….
Namun, bila dipikir lebih jernih, momen kebangkitan militansi berkedok agama
ini juga dipicu problem domestik di
samping kekacauan global. Konflik berbasis agama yang tak kunjung berhasil dituntaskan di Ambon punya kontribusi
signifikan terhadap menguatnya arus radikalisme dan militansi
keagamaan.”[1]
“….Yang
ingin ditegaskan adalah, untuk mengukur seberapa besar kekuatan Islam militant tidak cukup dengan menghitung
berapa jumlah pengikut kelompok-kelompok garis
keras, seperti Laskar Jihad, FPI, Hizbut Tahrir, dan sejenisnya. Setiap waktu,
bahkan setiap proses politik
yang digulirkan sejumlah elite politik, selalu membuka ruang bagi berkembangnya militansi baik dalam pola
keberagamaan maupun pelembagaan aspirasi aliran.”[2]
Betapa
militansi diartikan begitu sempit oleh beberapa pihak. Dari kutipan di atas,
militansi yang memiliki arti perjuangan diartikan keras. Bahkan disejajarkan
dengan radikalisme. Inilah yang menjadi kegamangan penulis, bahwa nantinya jika
dilihat dari aksi-aksi gerakan lebih jauh (keekstriman), fanatik golongan dan
militansi hampir tidak ada bedanya.
Lalu bagaimana dengan
gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok yang bukan termasuk kelompok garis keras
menyebut para kadernya yang memiliki jiwa perjuangan yang tinggi jika sebutan
militansi saja diartikan begitu sempit dengan keekstriman?
Menurut analisis penulis, militansi
yang berartikan jiwa heroik atau semangat perjuangan yang tinggi itu oleh
sebagian pihak memang keliru ditafsirkan menjadi perjuangan yang keras, radikal
dan semacamnya. Kemudian dari fenomena-fenomena radikalisme yang terjadi
disebarluaskan melalui media massa dan menyebut kelompok radikal tersebut
dengan sebutan kelompok militansi agama. Pada akhirnya khalayak beranggapan
bahwa makna militansi hanya sebatas itu saja. Padahal, berbeda ideologi
kelompok berbeda pula persepsi militansinya. Berbeda visi misi kelompok,
berbeda pula ekspresi militansinya.
Makna militansi harus kita
bersihkan, jangan sampai nantinya samar antara fanatik dan militansi akibat
ekspresinya yang sebagian besar dianggap berhaluan keras. Ada beberapa ekspresi
dari militansi, yaitu:
1. Berpartisipasi
melalui pikiran, tenaga, keahlian, harta untuk tercapainya tujuan kelompok.
2. Aktif
di dalam kelompok atau gerakan tersebut.
3. Memperbaiki
apa-apa yang keliru yang ada dalam gerakan atau kelompok tersebut.
4. Pembelaan
terhadap kelompok/ gerakan jika mengajak kepada kebaikan.
Bentuk ekspresi militansi tersebut
sekaligus mengatakan bahwa militansi jelas berbeda dengan fanatik. Adapun
ekspresi yang ketiga adalah ekspresi yang jangan sampai terlupakan. Karena itu
termasuk bentuk peduli kita terhadap gerakan/ kelompok dan itulah bentuk
perjuangan kita memperbaiki dari dalam diri gerakan. Sehingga nantinya tidak
menjadi fanatik, semua diikuti tanpa memilah mana yang baik dan yang buruk.
Immawati Ilmiyanti- 2011
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot