Kamis, 29 Oktober 2015

Kader IMM sebagai Ummat Terbaik ; Telaah surat Ali-Imran ayat 110.




 

Konsep manusia dalam islam sangatlah jelas, dalam islam manusia di tempatkan sebagai abdi Tuhan yang diutus untuk mengurus dan mengelola alam semesta-sebagai ciptaan Tuhan. Manusia di percaya sebagai makhluk merdeka dan mendapat kedudukan yang terhormat. Dalam kitab Al-Quran, manusia di berikan kebebasan untuk mengolah esensi dirinya sendiri, memikirkan kedudukannya dalam system realitas sehingga ia mampu menempati tempat sesuai dengan keberadaan kemanusiaannya
Berbeda dengan konsep manusia yang di utarakan oleh barat pada abad pertengahan yang di dominasi oleh pemikiran Yunani yang kental dengan mitologi. Manusia dipandang sebagai makhluk rendahan, manusia hanya sebuah pengganggu para Dewa, manusia adalah saingan para Dewa sehingga tak jarang Dewa dianggap iri hati dan keberadaan manusia semakin terancam dengan adanya Dewa. Karena di era itu, mereka memercayai banyak Dewa dan para Dewa lah yang memegang dominasi sehingga manusia di bawah belenggu para Dewa.
Seiring berkembangnya waktu, rasa ketidakpuasaan muncul seiring datangnya pemikiran bahwa manusia adalah pusat segalanya sehingga manusia perlahan meninggalkan paham keagamaan seperti itu karena manusia memandang bahwa Dewa-Dewa hanyalah mitos dan Dewa-Dewa tidaklah revolusioner. Manusia dipandang berhak menentukan nasibnya sendiri, menentukan kebenaran atas dirinya dan manusia tidak membutuhkan para Dewa sekaligus kitab-kitab suci.
Paham rasionalitas itulah yang akhirnya melahirkan Renaisens, yaitu suatu gerakan kebangkitan-kembali manusia dari keterpurukan mitologi dan belenggu dogma-dogma. Visi dari gerakan ini adalah mengembalikan lagi kedaulatan manusia yang selama berabad-abad telah dirampas oleh para Dewa dan mitologi yang mengungkung nasibnya. Konsep kehidupan berpusat pada manusia, bukan Tuhan, dan manusia haruslah menguasai alam semesta. Melalui filsafat rasionalisme, gerakan ini telah melahirkan revolusi paham keagamaan bahwa manusia adalah makhluk merdeka. Namun gerakan Renaisens ini di ciderai oleh budaya modern, yang dimana manusia tidak lagi menjadi sebuah pusat, namun manusia hanya menjadi elemen terkecil dari teknologi. Manusia dalam masyarakat modern tak lebih hanya sebagai unsur terkecil dalam sistem yang besar.
Dalam filsafat yunani dan romawi, di gambarkan bahwa manusia tidak memiliki kecerdasan. Manusia di pandang sebagai makhluk rendah sehingga di perlukan Dewa untuk menuntun manusia berfikir. Dalam filsafat Kristen manusia juga amat sangat di pandang rendah, manusia sejatinya adalah makhluk pendosa. Fithrah manusia adalah busuk sejak lahir, sehingga membutuhkan Sang Penebus Dosa. Maka dalam filsafat Kristen, Tuhan lah yang menebus dosa mereka sehingga mereka terbebas dari kungkungan dosa. Kedua konsep ini jelas lah merupakan paham yang tidak futuristic dan malah terkesan fatalistic.
Kembali kepada konsep islam tentang manusia. Dalam islam di sebutkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang berhak mengatur dan mengelola bumi ini. Manusia, dalam sebuah ayat di dalam Al-Qur`an, disebutkan mengadakan perjanjian dengan Allah ketika masih dalam Rahim yaitu berupa pengakuan ke-Illahi-an Allah SWT, sehingga manusia tidak berpaling dari Allah karena manusia adalah abdi Allah. Sebegitu pentingnya posisi manusia dalam islam, manusia adalah tangan kanan dari Allah. Dan ini berbeda dengan paham animisme bahwa manusia adalah bagian alam semesta bahkan lebih rendah dari alam semesta (menyembah alam semesta).
Karena Allah adalah pencipta alam raya dan manusia adalah abdi-Nya, maka manusia di beri kepercayaan apakah ia mampu memelihara alam ciptaannya ini menjadi lebih baik sehingga manusia di tuntut untuk berfikir dan berusaha. Sebagai abdi dari penguasa langit dan bumi, manusia dalam perjanjiannya untuk meminta pertolongan hanya kepada Allah semata ketika ia mengalami kesulitan. Tentu, di balik manusia itu sendiri adalah sebuah “kekuatan” besar.
Dalam surat Ali-Imran ayat 110, Allah berfirman sebagai sebuah seruan kepada khalifahnya di muka bumi, yang berbunyi :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ......
Artinya :
            “Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah…”
            Telah jelas di ayat itu kita dalah ummat terbaik yang diutus oleh Allah untuk mengabdi ditengah-tengah manusia. Menurut kuntowijoyo, ayat tersebut mengandung arti Humanisasi, Liberasi dan Transendensi, sebuah cita-cita profetik yang diarahkan untuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosio-etiknya pada masa depan.
            Tujuan humanisasi adalah memanusiakan manusia, dimana manusia pada era modern ini mengalami dehumanisasi karena ketergantungan manusia pada teknologi sehingga menjadikan sebagai makhluk abstrak tanpa jiwa kemanusiaan. Manusia hanya sebuah unsur kecil dalam sistem yang besar. Tujuan dari liberasi sendiri adalah membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan, kekejaman teknologi, keangkuhan penindas yang harapannya kita peduli dengan kaum mustadlafin, faqir dan miskin. Sedangkan misi transendensi adalah ketika kita telah menyerah dengan budaya hedonisme, meterialisme dan budaya yang merampas ketenangan manusia, kita ingin kembali kedalam fithrah manusia, menikmati suasana tanpa batas ruang-waktu ketika bersentuhan dengan kebesaran Tuhan dan menikmati alam raya ini sebagai ciptaan Tuhan.
            Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang bergerak dalam 3 (tiga) ranah, Keagamaan, Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan, dalam kelahirannya disebutkan bahwa factor ekternal di dirikannya IMM adalah sebagai upaya pemurnian aqidah ummat islam umumnya dan mahasiswa islam khususnya, yang saat itu masih kental dengan budaya bid`ah, takhayul dan khurafat yang mengganggu kemurnian ajaran islam. Kepercayaan terhadap benda-benda keramat seperi pohon, keris, cincin, batu, kuburan dll masih mengakar kuat. Kepercayaan terhadap ramalan-ramalan, wejangan dukun dll masih membudaya. Fenomena tersebut adalah imbas dari keterbelakangan dan kebodohan. Parahnya lagi, acaman komunisme yang menyerang ideologi banyak di gandrungi oleh mahasiswa muslim pada jaman itu.
            Sebagai kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), sudah seyogyanya kita sadar bahwa kita adalah ummat terbaik utusan Allah untuk mengelola muka bumi ini. Kita adalah khalifah Allah, kita adalah makhluk terbaik, kita sebagai hamba dengan segala potensi (ruh suci, akal dan iradahnya) yang dititipkan oleh Allah, Untuk memahami itu semua dibutuhkan sebuah kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif diharapkan tidak hanya terjadi dalam sebuah level tertentu sehingga pada akhirnya kesadaran kolektif membawa pada kesadaran structural, sehingga apa yang dikerjakan oleh kader IMM bernilai perjuangan dan ibadah.
Billahi fii sabilil haq, fatabiqul khoirot.

 Oleh: Immawan Alief Yoga Dhiyaul Haq (Kader IMM FAI UMY)

Daftar bacaan :
1.      Noor Chozin Agam, 1997, Melacak Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jakarta. Penerbit Pers PERKASA dan Dikdasmen PP Muhammadiyah
2.      Kuntowijoyo, 2008, Paradigma Islam, intepretasi untuk aksi. Bandung. Penerbit Mizan.
3.      Makhrus Ahmadi dan Aminudin Anwar, 2014, Genealogi Kaum Merah, pemikiran dan gerakan. Yogyakarta. MIM Indigenous School dan Rangkang Education
4.      Rijal Ramdani, 2015, Merumuskan Profil Kader Ikatan ; Menuju Indonesia Berperadaban Islam. Makalah disampaikan pada Darur Arqam Madya PC IMM AR Fachruddin Kota Yogyakarta di Pondok Pemuda Ambarbinangun Yogyakarta,

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot