Tulisan
ini hanya sebuah manuskrip tentang awal perjumpaan dengan kota ‘Beautiful
Earth’, hingga membentuk ide untuk sekedar dijadikan analogi imaji saja.
Episode Muballigh Hijrah—Ramadhan 1434 H
Sampai “Jenggotan”. Sebuah kedai bakso di sisi jalan daerah Bumiayu,
Brebes, berplang “Bakso Jenggot”. Saya dan ketujuh teman lainnya berniat untuk makan
malam disana saat baru saja tiba dari Jogja. “Wah, sudah habis Mbak, Mas..” Salah
satu pegawainya menginformasikan yang sudah menebak bahwa kami akan makan di
kedai bakso tersebut. Ada sedikit kekecewaan dalam hati kami yang memboyong perut
lapar. Memang tidak ada kursi kosong yang kami lihat di dalam kedai. Para
penikmat bakso sibuk dengan mangkuk berisi bakso yang dipesannya.
Kami melanjutkan jalan di trotoar menuju
arah barat kedai, menjelajah tempat makan yang memungkinkan mengisi kekeroncongan
perut kami. Walaupun rasa heran belum terpecahkan pada plang kedai bakso tadi,
masih tertinggal disana.
Seminggu kemudian di sela-sela kami
evaluasi mengenai kegiatan Muballigh Hijrah, salah seorang teman saya, Alfi,
menceritakan pengalamannya menyantap Bakso Jenggot (waahh, ga ngajak-ngajak nih
anak!). ternyata ia diajak makan disana oleh ibu yang menjemputnya sebelum ke lokasi
Muballigh Hijrah, yakni di desa Negarayu. “Uenak
tenan iku rek baksone!” nadanya menahan air liur. Kami yang mendengarkan hanya
menyimpan dendam dan menahan rengekan perut yang menggedor-gedor.
Apa mungkin olahan Bakso Jenggot dimasuki
celupan jenggot sang pemilik kedai? Hehe..
Hmmm…apa ya di balik sken pemberian nama
“BaksoJenggot”?
***
Waktu |
Contohnya nih, kita terlibat menjadi panita
dalam sebuah kegiatan, sang sekretaris biasanya send all sms undangan untuk rapat, di smsnya tertulis rapat akan
diadakan pada pukul 15.00, tapi sebenarnya agenda tersebut akan dimulai pukul
16.00. Manipulasi ini untuk menanggulangi keterlambatan anggota yang lebih
lama. Sang sekretaris tidak ingin waktu rapat molor dari agenda yang sudah ditentukan,
yaitu pukul 16.00. Namun karena khawatir para anggota akan lama mempersiapkan dirinya
untuk hadir pada rapat, maka apa boleh buat di sms ditulislah waktu lebih cepat
satu jam dari agenda yang sebenarnya. Dan yang tidak kalah yang menjadi faktor pendukung
kemoloran waktu adalah kecurangan anggota untuk hadir rapat, mereka hampir dipastikan
akan berspekulasi : “ah, paling yang datang baru 2 orang”, “ah, paling yang
lain juga masih pada di jalan”, “ah, paling nanti mulai rapatnya nunggu yang
lain pada datang dulu” dan ah, ah yang lainnya…terus saja seperti itu.
Inilah penyakit yang cukup akut statusnya.
Komunikasi batin antara kedua belah pihak (sekretaris dan anggota yang mendapat
undangan rapat) seperti sulit untuk disatukan agar klop. Tidak saling menjustifikasi
untuk memolorkan waktu. Sampai pada hari H kegiatan pun kemoloran waktu kembali
menjadi sebuah keniscayaan. Namun kemoloran waktu ini seakan sudah menjadi hal
yang lumrah terjadi, walaupun disadari inilah penyakit akut yang sulit ditanggulangi
bahkan disembuhkan.
***
Nah, sudah ketebak kan apa kaitannya sama
BaksoJenggot?
Yups, dinamai Bakso Jenggot karena para pelanggan
harus sabar mengantri demi memuaskan lidah dan perutnya. Saking panjang dan banyaknya
antrian di kedai tersebut, saya imajinasikan para pelanggan akan jenggotan karena
terlalu lama menunggu. Maka apa bedanya dengan menunggu rapat dimulai atau ketika
kita dalam sebuah acara yang waktunya molor???
Yuk ah, perbaiki penggunaan waktu kita,
jangan diulur-ulurkan, jangan dikendorkan, jangan diselewengkan.
Calon orang sukses itu bukan orang yang
menghabiskan waktu, tetapi orang yang menginvestasikan waktunya.
Mari menjadi orang sukses.
Wallahu’alambishowwab
Tulisan oleh : Immawati Dini Fitrah Eristanti
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot