Istilah pendidikan secara sederhana sering disamakan pengertiannya dengan pengajaran,
pembelajaran atau proses. Walaupun secara substantif istilah-istilah tersebut berbeda namun banyak orang yang
menganggapbahwa itu sama. Mungkin lebih tepatnya itu adalah penyederhanaan.
Banyak tokoh pendidikan yang memahaminya secara berbeda. Seperti halnya menurut Paulo
Freire (1921-1997) tokoh pendidikan yang anti
terhadap segala bentuk imperialisme maupun eksploitasi.
Ia mengatakan bahwa pendidikan diartikan sebagai proses penyadaran agar
manusia memahami akan diri dan realitas social yang
dihadapinya sehingga tidak ditindas.
Menurutnya penindasan tidak sesuai dengan kemanusiaan,
karena itulah ia berpandangan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu bertujuan untuk “memanusiakan manusia”.
Namun dalam pendidikan itu sendiri banyak perdebatan mengenai dikotomi pendidikan.
Perdebatan ini sudah berlangsung sekian lamanya dan semua itu terkait dengan kepentingan politik semata.
Bahkan sampai hingga saat ini perdebatan itu terus berlangsung sampai saat ini.
Dengan adanya dikotomi pendidikan telah membelah wajah pendidikan nasional menjadi dua.
Yang pertama, pendidikan umum yang dinaungi oleh (depdiknas) dan yang kedua, pendidikan
agama yang dinaungi oleh (depag).
Dua wajah inilah yang telah mewarnai pendidikan nasional di Indonesia sejak zaman kolonial sampai sekarang.
Umat Islam di Indonesia
merupakan mayoritas. Sedangkan mazhab yang dianut adalah mazhab sunni. Menurut Al-Ghazali
(1058-1111) yang telah menempatkan ilmu agama setara dengan fardlu ‘ain,
sedangkan ilmu umum setara dengan fardlu kifayah. Artinya bahwa
Al-Ghazali mengutamakan pada jenis ilmu-ilmu agama. Sehingga secara otomatis mereka
yang mayoritas umat muslim terpengaruh oleh pemikiran tersebut. Umat muslim Indonesia
mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Disisi lain pemerintah kolonial belanda telah membawa misi khusus kristenisasi
di setiap Negara-negara jajahannya, yaitu dengan jalur kristenisasi pendidikan.
Maka dibentuklah satu model pendidikan gaya Belanda yang
dikenal sebagai pendidikan umum.
Lalu apakah yang
dimaksud dengan liberalisasi pendidikan? Naahhhh disinilah nanti yang akan kita diskusikan.
Ciri utama pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha
menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia
pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa
tahun terakhir.Kenyataan lainnya dari liberalisme ini adalah mahalnya sekolah
dan kuliah. Salah satu perguruan tinggi, misal : UGM yang dulu dikenal kampus rakyat sekarang tidak lagi. Singkat
cerita, liberalisme yang diagung-agungkan dan diacu oleh sistem pendidikan kita
telah merusakkan sendi-sendi negara bangsa Indonesia. Darmaningtyas (2005)
mengatakan bahwa pendidikan kita rusak-rusakan, dan Depdiknas merupakan satu
dari dua Departemen terkorup di Indonesia –satunya lagi Depag. Mulai afair buku
paket, korupsi seragam sekolah, penyelewengan dana Beasiswa dan BOS, sampai
kekerasan dan tindak cabul guru pada siswinya; di kalangan siswa pun merebak
mulai dari sekadar bolos sekolah, nyabu, sampai bunuh diri dan seks bebas. Ini
efek negatif yang luar biasa besarnya, dan tentu tak dapat diabaikan begitu saja.
Indonesia adalah bangsa yang
beradab dan memilki peradaban. Indonesia sangatlah unik dan memilki karakteristik yang
khas. Begitu pula dalam pendidikan, sistem dan prinsip pendidikan di Indonesia
tidak dibenarkan untuk mengiblat kepada orang lain. Karena Indonesia sama sekali berbeda dengan mereka.
Indonesia memilki kebijaksanaan lokal yang jauh lebih baikdari Negara manapun.
Jika pendidikan di Indonesia ingin berhasil dan mencapai keberhasilan maka pendidikan
di Indonesia haruslah berorientasikan kepada kebijaksanaan lokal dan budiluhur yang
dimilki bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot