Senin, 25 Maret 2013

Layakkah Kader IMM disebut Aktivis?





Pasca reformasi, kebebasan terbuka seperti layaknya sebuah pintu gerbang yang tidak pernah tertutup. Gerakan mahasiswa yang mempelopori jatuhnya orde baru muncul menjadi sosok pahlawan super yang memberikan stimulus kepada gerakan mahasiswa di kampus-kampus. Adanya reputasi kepahlawanan yang mengawali sejarah panjang perjuangan pergerakan mahasiswa menyemaikan tumbuh kembangnya aktivis-aktivis kampus.



Suatu hal yang baik ketika keikutsertaan para aktivis kampus ini dalam mengawal dan mengawasi perjalanan demokrasi pasca orde baru. Namun yang terkadang membuat orang kehilangan kekaguman terhadap setiap aksi yang dilakukan oleh para aktivis kampus ini adalah sering terjadinya demo anarkhi yang berujung pada kerusuhan. Selain itu juga, setiap pemerintah mengambil kebijakan baru, mahasiswa selalu bersuara antara pro dan kontra, namun keseringan kontra. Seakan-akan apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak pernah benar.

Perkembangan dan keberadaan lembaga kemahasiswaan memang dilindungi oleh peraturan yang dikeluarkan oleh Dikti atau departemen terkait. Namun kenyataannya saat ini, dengan adanya kebebasan itu maka munculah aktivis-aktivis kampus yang secara nurani dipertanyakan. Sehingga pandangan masyarakat yang telah menjustice pergerakan mahasiswa sebagai biang kerok kerusuhan tidak dapat dihindari lagi.

Sebuah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa aktivis-aktivis yang mengaku dirinya memiliki idealisme ternyata tidak dapat membuktikan diri dan pengabdiannya sebagaimana idealisme perjuangan pergerakan mahasiswa yang sesungguhnya. Banyak aktivis mahasiswa yang berbenturan dengan masalah akademik, bukanlah sebuah kebohongan jika banyak aktivis yang masuk dalam barisan orang-orang yang terancam DO karena nilai akademiknya yang mengkhawatirkan. Ini bukan intimidasi atau permainan dari dosen semata. Tapi memang itulah kenyataannya. Idealisme yang tidak terarah, sehingga mengakibatkan pergerakan dan akademik tidak sejalan.

Idealisme mahasiswa sekarang entah kemanakah arahnya. Bahkan bagi saya omong kosong dengan idealisme mereka. Bayangkan, mahasiswa yang dulunya berteriak idealisme ini dan itu, namun ketika dia keluar atau menyelesaikan pendidikan di almamaternya dia sibuk mencari link ilegal untuk memperoleh pekerjaan. Alangkah indahnya jika para aktivis kampus tidak hanya macan pada saat demonstrasi tapi juga menjadi macan dalam prestasi akademik. Menjadi orator yang baik saat dibutuhkan bukan menjadi provokator saat aksi damai. Alangkah terhormatnya almamater yang disandangnya saat para aktivis kampus menjadi lulusan-lulusan terbaik yang memperoleh gelar akademik yang diimpikannya. 

Bukan kemudian semisal membayar sejumlah uang untuk menjadi PNS, atau bahkan mencari kenalan yang bisa membantunya masuk pekerjaan dari jalur tikus yang tidak seharusnya dilewati. Apakah itu yang disebut dengan idealisme. Sementara masa muda mereka dihabiskan teriak idealisme sementara masa tua mereka mempermalukan diri sendiri dengan omong kosong yang dibuat sendiri. 

Bagi kawan-kawan yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan di dalam maupun di luar kampus, terlebih-lebih Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), janganlah mudah menyebut diri kita sendiri sebagai aktivis, jika kita memang belum benar-benar pantas untuk menyandang gelar kehormatan itu. Oke lah kalau kita memang ingin menyandang gelar itu, tapi pastikan kita adalah bukan orang yang tidak pandai dan pintar, pastikan juga kita memberikan arti bagi alamater dan bangsa ini. Aktivis bagi saya sama seperti gelar kebangsawanan yang tidak sembarangan disandang oleh orang yang tidak pantas dan tidak berhak untuk itu.

Oleh : Immawan Iqbal Rezza Fahlevie (Pai UMY 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot