(Oleh: Agtusha A. P.)
Kawan, apa hakekat
peran manusia di dunia ini? Pada hakekatya, setiap dari kita adalah khalifah,[1]
baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain dan lingkungan sekitar.
Hal tersebut menujukkan bahwa manusia memiliki berbagai macam tanggung jawab.
Tanggung jawab tersebut dilaksanakan pada masa kepemimpinannya, yaitu selama
manusia tersebut hidup. Tanggung jawab manusia sebagai khalifah bermacam-macam
sesuai perannya di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Di mana
kepemimpinan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Oleh
karena itu, sebagai umat Islam, kita perlu menerapkan kepemimpinan sesuai
dengan hukum Allah. Sebagai mana sabda Rasulullah yang artinya, “apabila
kamu melihat orang-orang yang menggunakan hukum-hukum yang tidak nyata, maka
anggaplah mereka itu orang-orang yang diperingati oleh Allah, supaya jangan
jadi pengikut mereka.” (H.R Muslim)
Nyatanya, dewasa
ini banyak kita temui peristiwa yang sangat memilukan tentang pemimpin. Banyak
dari petinggi-petinggi menyalahgunakan statusnya sebagai pemimpin. Terjadi
korupsi di mana-mana, banyaknya pemimpin yang tidak adil, munculnya
peraturan-peraturan yang justru menjauh dari nilai Islam. Sampai yang paling memilukan
adalah adanya ‘permainan’ mereka dengan perempuan-perempuan yang bukan
mahramnya. Hal ini membuat masyarakat yang berada di bawah kepemimpinan oknum
tersebut merasa jera untuk memilih mereka, namun juga masyarakat tidak bisa
bertindak lebih. Semua ketimpangan tersebut tak lain timbul karena lemahnya
iman mereka. Apabila iman mereka lemah, shalat mereka juga akan terbengkalai,
dan apabila mereka memainkan perihal shalat, maka rusak pulalah urusan yang
lain. Mereka, yang dikatakan sebagai pemimpin itu, tidak akan bisa menghindari
hal yang keji dan mungkar karena sesungguhnya shalat itu mencegah dari hal-hal
semacam itu.[2]
Kepemimpinan yang
Islami tidak serta merta terbentuk dari pemimpin yang tingkat keimanannya
sangat minim. Kepemimpinan yang baik sesuai hukum Allah terbentuk dari para
pemimpin yang memiliki keimanan yang baik pula. Dr. Hisham Yahya Altalib (1991
: 55), mengatakan ada beberapa ciri penting yang menggambarkan kepemimpinan
Islam yaitu:
- Setia kepada Allah. Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan
kesetiaan kepada Allah;
- Tujuan Islam secara menyeluruh. Pemimpin melihat tujuan organisasi
bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok, tetapi juga dalam ruang lingkup
kepentingan Islam yang lebih luas;
- Berpegang pada syariat dan akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan
peraturan Islam, dan boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang teguh pada
perintah syariah. Dalam mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab
Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang
tak sepaham;
- Pengemban amanat. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari
Allah Swt., yang disertai oleh tanggung jawab yang besar.Al-Quran memerintahkan
pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap yang baik
kepada pengikut atau bawahannya. Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman, “(yaitu)
orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.” (QS. al-Hajj [22]:41).
Kepemimpinan Islam bukanlah kepemimpinan yang tirani dan tanpa
koordinasi. Kepemimpinan Islam yaitu dilakukan dengan prinsip musyawarah[3],
dilaksanakan dengan menegakkan keadilan[4]
dan amar ma’ruf nahi munkar[5]. Kepemimpinan
Islam sangat dikaitkan erat dengan musyawarah karena di dalam Q.S. Asy-Syura :
37-38 musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam dituturkan sesudah
iman dan shalat[6].
Itu berarti musyawarah memiliki kedudukan penting di dalam sebuah kepemimpinan.
Sebagai hamba-Nya sekaligus sebagai khalifah di bumi, manusia diperintahkan
oleh Allah untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri
dan keluarganya sendiri, maupun kepada orang lain. Bahkan kepada musuh
sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Sedangkan pada kepemimpinan
yang amar ma’ruf nahi munkar adalah kepemimpinan yang didalamnya terdapat
pemimpin yang betul-betul mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. Bila tugas
tersebut diabaikan atau tidak dilaksanakan, umat Islam bisa menjadi umat yang
terburuk dan tidak akan diperhitungkan oleh umat yang lain.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan sangat
erat kaitannya dengan pemimpin. Pemimpin Islam akan melahirkan pula sebuah kepemimpinan
Islam. Sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah : 55, bahwa sesungguhnya
pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yaitu
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Kepemimpinan Islam seperti yang telah saya
sebutkan di atas akan teralisasikan apabila pemimpinnya beriman kepada Allah
SWT., mendirikan shalat, membayarkan zakat, dan selalu tunduk patuh kepada
Allah SWT..
[1] Q.S. Al-Baqarah : 30
[2] Q.S. Al-‘Ankabut : 45
[3]Q.S. Asy-Syura : 37-38
[4] Q.S. An-Nahl : 90
[5] Q.S. Ali-Imran : 110
[6] Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 1999),
hlm. 230
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot