Sabtu, 06 Desember 2014

Urgensi Filsafat : Suatu Perenungan Bukan Kebingungan




“Filsafat  merupakan bentuk perenungan kita dalam menyelami kehidupan, filsafat adalah proses merenungkan sesuatu secara radikal.” Begitu dikatakan pemantik Immawan Saladin al-Bani pada Sekolah filsafat perdana periode 2014-2015.
Sebenarnya apa yang mendorong kita untuk berfilsafat? Bukankah dengan tanpa berfilsafat kehidupan berjalan dengan jelas, kehidupan berlangsung dengan baik dan proses kehidupan terus berlangsung. Sebagian besar orang bersikap acuh, memandang filsafat bukanlah sesuatu yang perlu diperhatikan dan bahkan cenderung diremehkan. Tapi kawan, ada atau tidak adanya filsafat tidak bergantung kepada berlangsung atau tidaknya proses kehidupan, ini tentang bagaimana kita bisa memaknai hidup, bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan bijakasana dan bagaimana kita bisa menjalin hubungan baik dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan lingkungan kita. *pura-pura bijak dulu ampe bisa bijak beneran J     
Filsuf-filsuf Islam terdahulu telah banyak meninggalkan warisan dalam bentuk pusaka pemikiran untuk kita para intelektual muslim, hanya saja tidak banyak yang mengambil dan memanfaatkan warisan itu. Kita memiliki Ibnu maskawih yang pemikirannya spesialis ilmu nafs atau psikologi, beliau merintis pemikirannnya yang tidak sama dengan para filsuf lain yang  kebanyakan menggunakan ilmu mantik. Ia dikenal dalam pemikiran ilmu psikologi untuk memperhatikan diri sendiri dan mendidik ruhani sendiri. Yang orang sekarang kenal metode introspeksi. Ada juga Ibnu Sina yang meninggalkan jasa yang amat besar dalam ilmu tabib dan falsafah. Ibnu sina meluaskan ilmunya secara otodidak dengan memaksimalkan peranan akal dan hati dalam melahirkan suatu ilmu pengetahuan. Filsuf lain yang expert di bidang ekonomi adalah al-Farabi. Ia memberi komentar atas falsafah Aristoteles dan Plato, serta memperbandingkan paham kedua filosof itu dengan agama Islam. Ia dikenal dengan prestasinya memajukan politik ekonomi dan ilmu musik. Selain itu yang tidak asing ditelinga kita adalah al-Ghazali yang menguasai ilmu kalam dan ilmu mantik. Dan masih banyak filsuf muslim lainnya yang bisa kita ambil warisannya.
Karya-karya mereka menunjukkan ketajaman akalnya. Dan menggunakan akal adalah salah satu nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita. Tapi mereka tidak lupa bahwa akal memiliki batasan yang tidak bisa dilampaui manusia. Jika filsuf barat masih terus juga menurutkan akal itu kemana-mana, dibawa oleh akal itu sendiri. Walau bukan medan kerjanya lagi, kemudian menjadikan akal sebagai hakim dalam memutuskan perkara maka itu tidak berlaku bagi filsuf muslim yang tidak enggan berkata : Wallohua’alam (Alloh yang lebih mengetahui).
Filsafat menjadi penting bagi kita, dimana kita bisa menghasilkan  produk berfikir yang baik yang berimplikasi pada baik atau tidaknya hidup yang kita jalani dengan begitu kehidupan bisa lebih terarah tentunya ke arah yang lebih baik. Jangan pernah berhenti berfikir dalam hidup dimana kita hanya mengikuti arus zaman tanpa mau mengkritisi suatu keadaan tanpa mau terlibat menjadi provokator perubahan peradaban. Mari menjadi manusia seutuhnya dengan memaksimalkan apa yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yaitu peranan akal dan hati dengan begitu semoga pikiran-pikiran kita membawa kita kepada kebijaksaan hidup, membawa kita kepada kehidupan yang berkah. Aristoteles mengatakan “kehidupan yang tidak dipikirkan adalah kehidupan yang tidak layak untuk dijalani”.
Salam mahasiwa!! Salam perubahan !!
Billahi Fii sabililhaq Fastabiqul Khairat
Oleh : Immawati A.A

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot