“Filsafat merupakan bentuk
perenungan kita dalam menyelami kehidupan, filsafat adalah proses merenungkan
sesuatu secara radikal.” Begitu dikatakan pemantik Immawan Saladin al-Bani pada
Sekolah filsafat perdana periode 2014-2015.
Sebenarnya apa yang mendorong kita untuk berfilsafat? Bukankah
dengan tanpa berfilsafat kehidupan berjalan dengan jelas, kehidupan berlangsung
dengan baik dan proses kehidupan terus berlangsung. Sebagian besar orang
bersikap acuh, memandang filsafat bukanlah sesuatu yang perlu diperhatikan dan
bahkan cenderung diremehkan. Tapi kawan, ada atau tidak adanya filsafat tidak
bergantung kepada berlangsung atau tidaknya proses kehidupan, ini tentang
bagaimana kita bisa memaknai hidup, bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan
bijakasana dan bagaimana kita bisa menjalin hubungan baik dengan Tuhan, dengan
sesama dan dengan lingkungan kita. *pura-pura bijak dulu ampe bisa bijak
beneran J
Filsuf-filsuf Islam terdahulu telah banyak meninggalkan warisan dalam
bentuk pusaka pemikiran untuk kita para intelektual muslim, hanya saja tidak banyak
yang mengambil dan memanfaatkan warisan itu. Kita memiliki Ibnu maskawih yang
pemikirannya spesialis ilmu nafs atau psikologi, beliau merintis pemikirannnya
yang tidak sama dengan para filsuf lain yang
kebanyakan menggunakan ilmu mantik. Ia dikenal dalam pemikiran ilmu
psikologi untuk memperhatikan diri sendiri dan mendidik ruhani sendiri. Yang
orang sekarang kenal metode introspeksi. Ada juga Ibnu Sina yang
meninggalkan jasa yang amat besar dalam ilmu tabib dan falsafah. Ibnu sina
meluaskan ilmunya secara otodidak dengan memaksimalkan peranan akal dan hati
dalam melahirkan suatu ilmu pengetahuan. Filsuf lain yang expert di bidang
ekonomi adalah al-Farabi. Ia memberi komentar atas falsafah Aristoteles dan
Plato, serta memperbandingkan paham kedua filosof itu dengan agama Islam. Ia
dikenal dengan prestasinya memajukan politik ekonomi dan ilmu musik. Selain itu
yang tidak asing ditelinga kita adalah al-Ghazali yang menguasai ilmu kalam dan
ilmu mantik. Dan masih banyak filsuf muslim lainnya yang bisa kita ambil
warisannya.
Karya-karya mereka menunjukkan ketajaman akalnya. Dan menggunakan
akal adalah salah satu nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita. Tapi mereka
tidak lupa bahwa akal memiliki batasan yang tidak bisa dilampaui manusia. Jika
filsuf barat masih terus juga menurutkan akal itu kemana-mana, dibawa oleh akal
itu sendiri. Walau bukan medan kerjanya lagi, kemudian menjadikan akal sebagai
hakim dalam memutuskan perkara maka itu tidak berlaku bagi filsuf muslim yang
tidak enggan berkata : Wallohua’alam (Alloh yang lebih mengetahui).
Filsafat menjadi penting bagi kita, dimana kita bisa
menghasilkan produk berfikir yang baik
yang berimplikasi pada baik atau tidaknya hidup yang kita jalani dengan begitu
kehidupan bisa lebih terarah tentunya ke arah yang lebih baik. Jangan pernah
berhenti berfikir dalam hidup dimana kita hanya mengikuti arus zaman tanpa mau
mengkritisi suatu keadaan tanpa mau terlibat menjadi provokator perubahan
peradaban. Mari menjadi manusia seutuhnya dengan memaksimalkan apa yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain yaitu peranan akal dan hati dengan begitu semoga
pikiran-pikiran kita membawa kita kepada kebijaksaan hidup, membawa kita kepada
kehidupan yang berkah. Aristoteles mengatakan “kehidupan yang tidak dipikirkan
adalah kehidupan yang tidak layak untuk dijalani”.
Salam mahasiwa!! Salam perubahan !!
Billahi Fii sabililhaq Fastabiqul Khairat
Oleh : Immawati A.A
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot