22.00 WIB. Malam sudah semakin larut. Aku dan teman-teman sepergerakan
masih menapaki perempatan Tugu Jogja. Pandanganku menyapu sekitar perempatan.
Terlihat sebagian toko dan warung kelontong bergegas menutup lapaknya yang semakin
sepi pembeli. Namun disisi lain, orang- orang semakin ramai merapat ke
angkringan dan Tugu Jogja. “Menikmati suasana malam Jogja ungkap mereka” kalau
ditanya.
Memang tak lengkap rasanya jika ke Kota Istimewa ini tidak
menikmati suasana malamnya. Nol
Kilometer, Malioboro, Alun-alun Kidul Selatan, Alun-alun Kidul Utara dan Tugu
Jogja, adalah suguhan yang menarik bagi para pelancong atau pribumi Jogja
sendiri untuk dikunjungi. Tentunya akan terasa lebih eksotis lagi jika
dikunjungi pada malam hari. Karena angkringan, warung makan lesehan, musisi
jalanan, delman, becak dan keramahan warganya akan menambah susana Jogja lebih
kental. Jadi, wajar walaupun sudah larut, namun orang-orang semakin ramai
berdatangan, seakan tersihir keelokan panorama malam Kota Istimewa ini.
Inilah alasan kami mengadakan penggalangan dana di perempatan Tugu
Jogja.
“Ibu, bapak, mas, mbak mari
kita sama-sama membatu saudara kita yang tengah berjihad di Aleppo, Syiria.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kita dengan kenikmatan yang berlipat
ganda, Aaamiin” ucapku sembari memegang
kotak bertuliskan Save Aleppo, Aleppo is Burning.
Uang receh, ribuan dan puluhan pun terkumpul dalam kotak tersebut,
kadang juga disambut dengan pertanyaan dan ekpresi apatis.
“Mbak, Aleppo sih dimana ya?”
“Aleppo? Baru denger”
“Bisa dijelaskan mbak itu bagaimana ya ?”
Disisi lain, ini juga ulah media televisi yang memang sama sekali
tidak bergeming atas tindakan biadab ini. Dunia seakan bisu dan sangat menafikkan
umat Islam. Seakan-akan virus Islam Phobia sudah memasuki negara yang
katanya mayoritas muslim ini.
Tapi, lain halnya jika kejadian seperti ini terjadi pada negara
yang mayoritas non muslim. Duniapun
larut dalam kesedihan, dan ketakutan mereka. Pernah kali waktu aku
membaca timeline di salah satu sosial media “Jika ada agama selain Islam
diperlakukan seperti Islam, maka pastilah sudah tenggelam agama itu. Tapi,
inilah Islam yang dijaga langung oleh Allah yang tak akan pernah tenggelam”.
Wallahu ‘alam bi showaf”.
Selang beberapa orang yang aku dan temanku temui ternyata banyak
juga yang memberi perhatian lebih pada kami, akan simpati mereka pada Aleppo.
“Dari kami segini ya mba” ucap masnya dengan ramah.
“Oh iya mas, ini saja sudah terima kasih banyak mas, semoga senantiasa
Allah melimpahkan rezeki yang halal lagi barokah ya mas” jawab ku haru.
“Mbak-mbak haus?”
“Hmm lumayan mas”
“Ini mbak, silahkan diambil air mineralnya” seraya menyodorkan dua
botol air mineral dingin kepada aku dan teman ku.
“ Waduh enggak usah repot-repot mas” jawab ku sungkan.
“Enggak apa-aapa mbak, saya ikhlas dan tidak bermaksud aneh-aneh”
“Alhamdulillah terima kasih banyak mas” haru ku memenuhi dada.
“Iya mbak sama-sama, semangat ya mbak”
Semangatku kini rasanya semakin bertambah, aku merupakan bagian
dari organisasi pergerakan masa iya mau kalah dengan masnya. Aku berdecap
kagum, walaupun dia sepertinya juga kesulitan yang hanya mencari uang dengan
berjualan warung kelontong di pinggir jalan,
tapi ia tidak sepakat dengan tindakan apatis seperti yang lainnya.
Lantas, bagi kita khususnya generasi pemuda masa depan. Ayo turut
serta berkontribusi tenaga, fikiran, dan waktu untuk agama dan negara ini pada
kegiatan-kegiatan yang sepertinya sesuai
dengan passion dan skill yang kita punya. Sehingga kinerja kita menjadi
totalitas dan berkualitas.
Bersama Allah di jalan yang benar, dan berlomba-lombalah menuju
kebaikan.
leh : Immawati Gustin Juna
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot