Oleh : Bidang Dakwah IMM FAI
Amal Islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat kamu memiliki
waktu luang semata, dan bisa kamu tinggalkan saat sibuk. Tidak, amal islami terlalu
agung dan teramat mulia jika diperlakukan seperti itu. Perkara bergabung kepada
agama ini tentu saja jauh lebih serius daripada yang seperti itu. Islam tidak seperti
klub ilmiah, klub motor, klub pecinta alam atau klub-klub lainnya yang bisa ditinggalkan
kapanpun kamu mau dan ketika membutuhkannya baru kamu kembali. Atau yang cukup dikerjakan
hanya ketika kamu belum mendapatkan pekerjaan lalu ketika telat mendapatkan pekerjaan,
lantas kamu tinggalkan amal-amal islami itu.
Perkara amal islami sama dengan perkara ‘ubudiyah kepada Allah yang
sebenarnya. Oleh karena itu, seorang muslim hanya boleh melepaskan diri dari amal
islami seiring dengan perginya dia dari kehidupan ini. Bukankah Allah telah berfirman:
“ Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai kematian datang kepadamu!”
( Al-Hijr: 11 )
Al-Qur’an tidak mengatakan, “Beribadahlah kepada Rabbmu sampai kamu
keluar dari sekolahan, pesantren atau perguruan tinggi atau saat menjadi kamu
telah menjadi pegawai atau bos atau sampai kamu menikah dan seterusnya”. Tapi Al-Qur’an
berkata: beribadahlah sampai malaikat maut mengambil nyawa ini dari jasad kita.
Pertanyaan yang tentu saja harus timbul dalam diri kita masing-masing adalah
bagaimanakah keadaan kita hari ini? Banyak kita saksikan hari ini para pemuda muslim
yang meninggalkan amal islami dan beralih menuju amal-amal yang sia-sia.
Hari ini kita melihat banyak pemuda muslim yang tersebar dipenjuru dunia
dan kita juga dapati ratusan pemuda muslim di satu kota! Meski jumlah mereka banyak,
namun jika kita mencoba hitung jumlah pemuda yang aktif, yang bersungguh-sungguh,
dan penuh semangat, sehingga pantas kita sebut sebagai aktivis islam, niscaya kita
akan mendapati jumlah mereka tidak mencapai ratusan orang. Lalu kemana kerja,
usaha, dan sumbangsih ribuan pemuda muslim hari ini? Kemanakah dakwah, hisbah,
dan jihad mereka?
Kebanyakan dari kita, para pemuda muslim hari ini hanya mengambil peran
sebagai penonton saja, tidak lebih. Kita merasa cukup setelah berislam, setelah
itu kita berhenti pada titik ini, tidak ingin meningkatkan, tidak berhasrat untuk
meningkatkan ketitik berikutnya, bahkan tidak hanya untuk sekedar menyiapkan diri
sehingga kelak kita sanggup melangkah dan memberikan sumbangsih dalam berbagai bidang
amal islami. Kita dapati pemuda muslim hari ini merasa cukup dengan hanya menjadi
pendengar saja. Merasa cukup dengan menghadiri halaqah, pertemuan mukhtamar,
membaca edaran, dan bulletin yang diterbitkan. Setelah itu cukup, atau menjadi seorang
yang pasif tanpa sumbangsih.
Problem inilah yang membuat tak tergalinya berbagai potensi daro
pemuda. Potensi yang semestinya tampak nyata di semua bidang amal islami:
dakwah, hisbah, dan jihad. Yang dikehendaki Islam adalah sebagian besar waktumu,
hampir seluruh hartamu, serta seluruh umurmu. Islam menghendaki keseluruhan dari
dirimu. Tidaklah kita melihat para sahabat yang telah mengorbankan apapun untuk
islam. Coba bandingkan sumbangsih para sahabat terdahulu dengan realitas kita hari
ini. Kita banyak dapati orang-orang islam kaya hari ini, namun kita kesulitan untuk
mendapati seseorang yang menanggung seluruh atau setengah hartanya untuk dakwah.
Sebuah syair yang amat dalam maknanya:
Di jalan Allah kami tegak berdiri
Mencitakan panji-panji menjulang tinggi
Bukan untuk golongan tertentu, semua amal kami
Bagi din ini, kami menjadi pejuang sejati
Sampai kemuliaan din ini kembali
Atau mengalir tetes-tetes darah kami
“ Sungguh akibat dari pengunduran diri
adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling
darinya. Bagi yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan”.